Senin, 26 Desember 2016

Komponen Pendidikan Guru Ideal Menurut Summerhill School

Pembahasan

Aliran-aliran filsafat pendidikan di dunia ini beragam, antara lain: aliran filsafat pendidikan idealisme, filsafat pendidikan realisme, filsafat pendidikan materialism, filsafat pendidikan pragmatism, filsafat pendidikan eksistensialisme, filsafat pendidikan progresivisme, filsafat pendidikan esensialisme, filsafat pendidikan perenialisme, filsafat pendidikan rekonstruksionisme (Sadulloh, 2014).
            Dari berbagai macam aliran filsafat pendidikan tersebut, Summerhill School merupakan salah satu penganut dari aliran filsafat pendidikan progresivisme. Aliran progresivisme menganggap bahwa pendidikan harus terpusat pada anak (Child centered) bukanya memfokuskan pada guru atau bidang muatanya (Sadulloh, 2014 ).
 Karena didalam tulisan ini akan membahas lebih jauh mengenai guru yang ideal menurut Summerhill, maka sebelumnya saya akan  menjelaskan seperti apa guru menurut aliran progresivisme.
Aliran progresivisme berpendapat bahwa ada beberapa pandangan mengenai guru. Pertama, guru harus bisa membimbing siswa- siswa dalam pemecahan masalah dan kegiatan proyek. Ini berarti sebagai seorang guru harus mampu membantu siswa jika sedang mengalami masalah dalam memahami materi atau mengenai hal- hal yang menyangkut  proses pembelajaran, baik dalam hal teori maupun praktik. Kedua, guru harus menolong siswa dalam menentukan dan memilih masalah- masalah yang bermakna, menemukan sumber- sumber data yang relevan, menafsirkan dan menilai akurasi data, serta merumuskan kesimpulan. Guru  Ketiga, guru harus mampu mengenali siswa, terutama pada saat apakah ia memerlukan bantuan khusus dalam suatu kegiatan, sehingga ia dapat meneruskan penelitianya. Keempat, guru dituntut untuk sabar, fleksibel, berpikir interdisipliner, kreatif, dan cerdas.
Idealnya guru yang menganut aliran progresivisme menganggap bahwa menjadi guru bukan hanya sebagai profesi, namun merupakan paggilan hati nurani.
Sebelum  membahas lebih jauh mengenai guru ideal menurut Summerhill school, penulis akan sedikit memberikan informasi mengenai Summerhill school. Summerhill School adalah sebuah sekolah bebas dan berasrama untuk usia TK hingga SMA, yang didirikan oleh Alexander Sutherland Neill pada 1921 di Jerman dan kemudian pindah ke Inggris. Sekolah revolusioner ini mebebaskan siswa-siswinya hidup sesuka mereka selama tidak mengganggu orang lain. Mereka bebas bermain-main sekehendak mereka setiap harinya, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Mereka boleh ikut atau mangkir dari pelajaran-pelajaran yang ditawarkan sekolah. Fasilitasnya pun komplet: kolam renang, bengkel kerja, laboratorium, ruang kesenian, ruang teater, alat musik, perpustakaan, dan ladang.
Setelah kita tahu mengenai Summerhill school, kemudian penulis akan mulai membahas  mengenai guru ideal menurut summerhill . Didalam bukunya Neill mengatakan bahwa,
“Dia hanya ingin mengawal dari belakang(tut wuri handayani- cat. penerjemah) dan membiarkan anak- anak didiknya melakoni pendidikan mereka sendiri” (2007, p. 23).
Dari pernyataan diatas bisa disimpulkan bahwa peran guru hanya menjadi pengawal atau pembimbing anak dalam pendidikan mereka, guru membiarkan anak didiknya untuk mengembangkan potensinya didalam pendidikan. Saya rasa guru yang seperti ini adalah guru yang baik yang bisa membentuk karakter siswa, karena dalam bertindak anak tidak dalam tekanan guru, anak tidak tertekan pada suatu mata pelajaran tertentu yang mungkin si anak tidak menyukainya. Dengan tidak adanya tuntutan dari guru maka si anak akan merasa merdeka dalam melakukan sesuatu, sehingga dalam melakukan sesuatu dalam diri anak tidak timbul rasa malas, atau mengeluh karena  apa yang dia lakukan berdasarkan kehendaknya sendiri dan merupakan sesuatu yang anak sukai. Dengan seperti itu, maka potensi siswa akan berkembang, karena siswa bebas mempelajari sesuatu yang mereka sukai, bukan belajar sesuatu yang menurutnya tidak penting dan tidak mereka sukai.
A. S. Neill - Founder of Summerhill School

Guru yang baik adalah guru yang tidak membuat jurang pemisah antara guru dengan siswa. Guru harus membiarkan anak akrab terhadapnya, bukan menjadikan anak takut terhadap guru. Bahkan di Summerhill membolehkan anak memanggil gurunya dengan menyebut nama, tidak dengan menyertakan “Pak” atupun “Bu”.
“George Corkhill, guru sains kami, selama tiga puluh tahun disapa dengan George atau Corks atau Corkie” Neill (2007, p. 32 ).
            Guru yang baik adalah guru yang dapat membuat anak mengembangkan daya imajinasinya. Neill jika memberi tugas mengarang kepada anak judulnya bukan “liburanku”, melainkan judul- judul yang dapat mengembangkan daya imajinasi anak, seperti “Gigi Palsuku Jatuh di Piring” atau “Perjalanan Seekor Bekicot dari Pintu Kelas ke Pintu Gerbang Sekolah” (Neill, 2007: 250). Dengan judul- judul seperti itu akan menggugah anak untuk menggunakan imajinasinya dalam membuat karangan. Saya rasa cara itu dapat melatih siswa untuk belajar dengan keadaan  yang belum pernah dialami oleh anak, sehingga anak tidak hanya belajar berdasarka apa yang sudah ada sebelumnya. Sehingga dalam diri anak akan tumbuh jiwa- jiwa kreatif dan juga kritis terhadap suatu keadaan.
            Guru yang baik adalah guru yang memberi kesempatan kepada anaknya untuk bebas memilih mata pelajaran yang dia sukai. Summerhill membolehkan anak memilih sendiri mata pelajaran yang ingin dia pelajari, bahkan di summerhill membolehkan anak untuk tidak mengikuti pelajaran (Neill, 2007).
Bisa saya simpulkan bahwa ada beberapa point mengenai pandangan guru yang baik menurut summerhill, yaitu:
  • Guru yang baik adalah yang membimbing dan membiarkan siswa mengembangkan potensinya sendiri berdasarkan atas apa yang siswa sukai.
  • Guru yang baik adalah yang akrab terhadap siswanya.
  • Guru yang baik adalah yang dapat mengembangkan imajinasi anak.
  • Guru yang baik adalah yang mengizinkan  anak untuk bebas memilih mata pelajaran yang disukainya.


Latar belakang adanya konsepsi guru ideal menurut Summerhill scholl

Adanya suatu konsep pastinya ada hal yang melatarbelakanginya, begitupun juga mengenai konsep guru menurut Summerhill.
Summerhill merupakan salah satu sekolah yang beraliran progresivisme, dimana didalam aliran ini memberikan beberapa kriteria mengenai seorang guru. Dengan adanya kriteria itulah yang menjadi dasar dari lahirnya konsep guru menurut Summerhill. Jika kita lihat lagi bahwa menurut aliran progresivisme seorang guru harus membimbing siswanya dalam menghadapi permasalahan, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Summerhill mengenai guru, yaitu guru hanya menjadi pembimbing dalam pendidikan siswa, dan guru membiarkan siswa melakoni pendidikanya sendiri.
 Dasar mengapa anak dibiarkan untuk melakoni pendidikanya sendiri adalah agar anak menjadi pribadi yang mandiri, dan bertanggung jawab atas apa yang dia lakukan sendiri. Dengan membiarkan anak melakoni pendidikan sendiri, maka akan melatih anak menjadi berani untuk melakukan sesuatu walaupun apa yang mereka lakukan belum tentu benar, dan disini tugas guru adalah membimbing jika ada masalah yang dihadapi oleh anak.
Mengapa Neill merumuskan konsep bahwa guru harus membiarkan anak melakoni kehidupan dan pendidikanya sendiri, karena Neill beranggapan bahwa orangtua atau pendidik yang selalu menyuruh dan memaksa siswa hanya akan menghasilkan generasi robot, dan Neill tidak mau anak didiknya menjadi generasi robot (Neill, 2007).
Mengapa Neill merumuskan konsep bahwa guru membebaskan anak memilih pelajaran apa yang disukai, bahkan membolehkan untuk tidak mengikuti pelajaran, ini didasarkan pada anggapan Neill bahwa memaksakan untuk melakukan sesuatu kepada anak adalah hal yang keliru, biarkan anak melakukan sesuatu atas kesadaran dirinya (Neill, 2007: 119).

Kontekstualisasi konsep guru summerhill terhadap pendidikan Indonesia di era sekarang

Konsep guru menurut summerhill memanglah beda dengan konsep guru menurut pendidikan yang ada di Indonesia saat ini. Di Indonesia guru dalam mengajar selalu menyesuaikan dengan apa yang ada pada kurikulum, sehingga siswa harus menyesuaikan dengan materi yang disampaikan oleh guru. Guru tidak memberi kebebasan kepada siswa untuk memilih matapelajaran apa yang siswa sukai, bahkan guru menuntut agar siswa dapat memahami semua materi yang disampaikan oleh guru. Padahal tidak semua siswa merasa butuh dan menyukai materi yang disampaikan oleh guru.
Hal tersebut sangat tidak relevan dengan konsep guru menurut Summerhill, semua berbanding terbalik dengan apa yang ada di Summerhill. Seperti apa yang sudah saya tulis didalam pembahasan bahwa guru di Summerhill memberi kebebasan kepada siswanya untuk melakukan apa saja yang mereka sukai dan guru di Summerhill sangat akrab dengan siswanya bahkan untuk menyapa guru tdak perlu menyertakan “Pak” atau “Bu”.
Perbedaan tersebut mungkin karena faktor budaya dan juga faktor falsafah negara yang berbeda. Kita tahu bahwa di negara kita menganut falsafah Pancasila, yang mana didalam Pancasila kita diajarkan untuk saling menghormati terhadap sesama manusia, termasuk hormat- menghormati antara murid dengan guru. Jika kita mengikuti budaya yang ada di Summerhill, contohnya saja dalam menyapa guru kita dengan langsung menyebut nama saja, maka yang terjadi adalah kita akan dicap menjadi siswa yang tidak mempunyai adab, atau juga siswa yang kurang ajar, yang tidak tahu sopan santun. Padahal jika kita melihat di Summerhill hal itu merupakan suatu kewajaran yang dilakukan oleh siswa dalam memanggil gurunya, dan itu merupakan suatu hal yang diperbolehkan dan tidak melanggar aturan.
Kemudian dalam hal kebebasan untuk memilih pelajaran, di Summerhill memang siswa diberi kebebasan, namun jika hal itu diterapkan di Indonesia maka hal itu akan tidak sesuai dengan kurikulum pendidikan di Indonesia, karena didalam pembelajaran di Indonesia ada yang namanya kompetensi dasar dan standar kompetensi yang harus siswa capai dalam pembelajaran, jika siswa dibebaskan memilih mata pelajaran hanya pada yang dia sukai, maka kompetensi dasar dan standar kompetensi yang sudah ada tidak akan tercapai, sehingga pembelajaran dianggap gagal. Ini menunjukan adanya perbedaan sistem pendidikan antara Summerhill dan juga sistem pendidikan di Indonesia.
Maka bisa dikatakan bahwa jika konsep guru menurut Summerhill di terapkan pada pendidikan Indonesia saya rasa tidak cocok. Karena masih adanya perbedaan sistem pendidikan dan juga  adanya perbedaan landasan falsafah negara yang menjadikan konsep tersebut kurang tepat jika diterapkan di Indonesia.

Simpulan

Guru merupakan salah satu komponen penting dalam pendidikan, tidak adanya guru maka proses belajar dan mengajar mungkin tidak akan terjadi secara efektif dan efisien.
Ada banyak pandangan mengenai seperti apa guru yang ideal yang seharusnya ada dalam pendidikan, salah satu yang memiliki pandangan mengenai guru ideal adalah Summerhill, yang berpandangan bahwa guru ideal adalah sebagai berikut, guru yang baik adalah guru yang dapat  membimbing dan membiarkan siswa mengembangkan potensinya sendiri berdasarkan atas apa yang siswa sukai. Guru yang baik adalah yang akrab terhadap siswanya. Guru yang baik adalah yang dapat mengembangkan imajinasi anak. Guru yang baik adalah yang mengizinkan  anak untuk bebas memilih mata pelajaran yang disukainya.
Namun, dari pandangan mengenai guru menurut Summerhill tersebut,  jika di terapkan pada pendidikan di Indonesia saya rasa tidak cocok. Karena masih adanya perbedaan sistem pendidikan dan juga adanya perbedaan landasan falsafah negara yang menjadikan konsep tersebut kurang tepat jika diterapkan di Indonesia.

Referensi

Khodijah, N. (2013). Kinerja Guru Madrasah dan Guru Pendidikan Agama . Cakrawala Pendidikan, pp. 91-102.
Kotten, N. B. (2005). Upaya Pengembangan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar. JURNAL ILMU PENDIDIKAN,, pp. 1-14.
Neill, A. S. (2007). Summerhill School: Pendidikan Alternatif yang Membebaskan. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Sadulloh, U. (2014). Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar