Selasa, 13 Desember 2016

Tinjauan Terhadap Komponen Pendidikan Di SUMMERHILL SCHOOL

Apri Ardiantoro1, Khasan Anwar2, Kartikha Eka Wardani3

Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang
Tahun 2016



Pendahuluan
            Pendidikan merupakan rangkaian proses tanpa akhir untuk mendewasakan manusia baik secara akal pikiran, fisik, dan mental. Pendidikan mengisyaratkan bahwa anak yang terdidik dengan baik akan memberi warna kebaikan bagi dirinya sendiri, keluarga, dan masyarakat. Kesadaran demikian itu sejatinya telah dipahami masyarakat Indonesia, namun berbagai tantangan dan godaan dunia merontokan benteng kepribadian.
Kemandiriran seorang manusia dapat diraih melalui pendidikan yang baik pada tataran formal, nonformal, dan informal. Kemandirian dapat dicapai melalui suatu proses panjang yang berbasis pada pemahaman utuh terhadap realitas, untuk mengubahnya menjadi suatu peradaban mulia yang menjunjung tinggi akal sehat dan menghormati keanekaragaman dan perikemanusiaan. Pemahaman mengenai filsafat pada intinya adalah memaknai hidup dengan menghargai orang lain dan lingkungannya. Namun, kesadaran ini seolah luntur karena memahami filsafat sebatas dasar ilmu bukan aplikasinya dalam kehidupan. Sosok kemandirian seorang manusia sesungguhnya adalah karakter individu yang tergambar dalam pribadi dan perilakunya. Filsafat mendasari gerak langkah kehidupan manusia dalam pendidikan dengan harapan dapat mengembangkan kemandirian dan berimplikasi pada keteraturan dan kebaikan disekitarnya. Filsafat diharapkan mendasari seluruh aspek pendidikan, karena salah satu esensi yang terkandung didalamnya adalah kejujuran dan keadilan.
Seperti yang telah diuraikan diatas, sebenarnya pendidikan dapat dilaksanakan dengan cara yang bebas dan demokratis, tidak memaksa tetapi mengikat. Seperti halnya yang tergambarkan dalam pendidikan yang dilakukan di Summerhill School, Inggris.
Gagasan-gagasan yang ada di Summerhill School yang membebaskan para peserta didiknya, dalam artian yang digagas oleh Neill bahwa sekolah bukanlah sesuatu yang formalistik, melainkan sekolah adalah melakukan sharing of knowledge. Melihat beberapa segi pengamatan dari elemen-elemen pendidikan yang ada di Summerhill School yang perlu dikupas kaitannya dengan filsafat pendidikan yang secara tidak langsung menjadi pembanding sistem pendidikan di sekolah-sekolah Indonesia maupun sekolah umum lainnya.
Beberapa konsepsi pendidikan yang akan dijelaskan kaitannya dengan elemen-elemen pendidikan diantaranya untuk mengetahui apa tujuan pendidikan di Summerhil school? Bagaimana guru dan siswa ideal menurut Summerhill School? Bagaiamana cara belajar dan media yang digunakan? Bagaimana bentuk penilaian dan sistem kurikulumnya? Bagaimana tatakelola atau kebijakan administrasi di Summerhill School?

Pembahasan
            Summerhill School adalah sebuah sekolah bebas dan berasrama untuk usia TK hingga SMA, yang didirikan oleh Alexander Sutherland Neill pada 1921 di Jerman dan kemudian pindah ke Inggris. Sekolah revolusioner ini mebebaskan siswa-siswinya hidup sesuka mereka selama tidak mengganggu orang lain. Mereka bebas bermain-main sekehendak mereka setiap harinya, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Mereka boleh ikut atau mangkir dari pelajaran-pelajaran yang ditawarkan sekolah. Fasilitasnya pun komplet: kolam renang, bengkel kerja, laboratorium, ruang kesenian, ruang teater, alat musik, perpustakaan, dan ladang. Yang menjadi perhatian dari sekolah ini adalah pada penerapan konsep pendidikan yang bebas dan demokratis, dalam artian sistem pendidikan yang humanis dengan menawarkan proses pembelajaran yang berbeda dengan sistem pendidikan yang dominatif atau pada sistem sekolah pada umumnya.
Selain pernyataan diatas, juga dilansir dari buku karya Neill yang berjudul, A Radical Approach To Child Rearing, bahwa proses pembelajaran yang dilakukan dikelas memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengenal dan menangkap kehidupan yang senyatanya secara kritis. Pelajaran tidak direduksi menjadi usaha membuat penyeragaman pikiran, perasaan, maupun perilaku. Dengan demikian, pembelajaran dikelas merupakan proses pemberdayaan siswa melalui ilmu pengetahuan.
Kebebasan itu penting bagi anak-anak sebab hanya dengan kebebasan mereka dapat tumbuh dan berkembang secara alamiah – A. S .Neill (hal 22)”.
Begitulah kalimat yang dikutip dari buku Summerhil School –terjemahan. Penerapan kekuasaan bukan sebagai sarana menekankan kebebasan belajar, tetapi justru sebagai pendorong terjadinya penghargaan terhadap keberadaan siswa sebagai subjek didik yang mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depannya secara kritis dan kreatif.

Pendidikan
Summerhill merupakan salah satu lembaga pendidikan yang menganut aliran progresivisme. Aliran progresivisme menyatakan bahwa pendidikan harus terpusat pada anak (child centered) bukanya memfokuskan pada guru atau bidang muatan (Sadulloh, 2014: 143). Artinya pendidikan itu yang terpenting adalah anak didik itu sendiri bukan gurunya ataupun materi yang harus dipelajari. Mungkin  aliran ini lebih mementingkan bagaimana pembentukan karakter siswa ketimbang kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran.
 Kemudian didalam buku yang ditulis A.S. Neill yang diterjemahkan oleh Agung Prihantoro, menyatakan bahwa salah satu definisi pendidikan yaitu pendidikan sebagai pembentukan karakter dari dalam, bukan karakter yang diimlakan ala eton, harrow dan sekolah-sekolah negeri (1992, hal. 347). Dengan adanya pernyataan tersebut, mungkin bisa dikatakan bahwa pendikan merupakan sarana dalam pembentukan karakter dari tiap individu, dan karakter yang terbentuk memang berasal dari diri individu bukan karena pengaruh dari luar.

Tujuan pendidikan
Sekolah membebaskan adalah sebuah potret penyelenggaraan pendidikan yang berpedoman pada proses pembelajaran dalam kelas yang menjadikan ruangan kelas itu sebagai dialog kritis dan transformatif. Sekolah yang membebaskan sesungguhnya berawal dari sebuah tesis bahwa kita semua belajar karena memang tidak tahu, kita belajar karena ada keinginan untuk berubah dari awalnya tidak tahu, kita belajar karena ada sebuah tekad sekaligus komitmen untuk melakukan perbaikan-perbaikan diri.
Saat saya dan istri pertama saya mulai mendirikan sekolah ini, kami punya satu ide pokok membuat sekolah ini cocok dengan anak-anak, bukannya membuat anak-anak cocok dengan sekolah (hal 43).
Kalau kita berusaha jujur atas makna sesungguhnya dari adanya sekolah, sebenarnya pendidikan adalah media dalam melakukan proses belajar mengajar, yang pada intinya adalah sebuah transformasi nilai atas siswa atau masyarakat secara umum. Jika kita pahami sebenarnya fungsi pendidikan yang paling vital adalah menggugah kesadaran kritis siswanya sehingga memberikan kedewasaan berpikir logis dan mampu membaca secara kritis terhadap perkembangan sekitarnya. Dalam tahap yang lebih jauh, mampu memerdekakan dirinya dari belenggu dirinya sendiri dan adat istiadat.
inilah yang menjadikan saya tertarik pada penyembuhan alami, yang tampaknya selaras dengan filosofi pendidikan saya”(hal 188).
Artinya secara tidak langsung Neill memiliki filosofi pendidikan untuk melakukan pendidikan secara alami dengan membiarkan anak-anak menentukan kebebasan alamiahnya. Persoalannya adalah sekolah sudah tidak mampu melakukan ini. Sekolah yang membebaskan dan memerdekakan anak didik ibarat mencari jarum dalam tumpukan jerami. Sekolah masih menggunakan tangan-tangan besi dalam memperlakukan siswanya. Mereka yang nakal dengan alasan-alasan tertentu kemudian divonis sebagai seseorang yang tidak akan mampu menggapai masa depan yang lebih baik. Mereka yang tidak mampu memahami apa yang disampaikan gurunya saat kelas dilangsungkan dengan sedimikan rupa kemudian dianggap memang tidak akan bisa berbuat apapun yang terbaik bagi diri dan sesamanya.
“Kami di Summerhill sengaja membiarkan anak-anak jadi diri mereka sendiri sehingga kita akan tahu seperti apa senyatanya mereka (hal 123).”
Sekolah dalam konteks tersebut menjadi media yang memenjarakan anak didik dalam belajar. Mereka yang nakal, malas, mengalami sisi lemah dalam menyerap penjelasan guru dipandang sebagai kelompok anak didik yang sudah selayaknya dibuang dengan sedemikian jauh, dilakukan diskriminasi pelayanan sekolah dan begitu seterusnya. Sekolah bukan lagi mencoba memberikan kebebasan kepada mereka supaya melakukan aktualisasi diri selama itu bisa produktif, konstruktif, dan positif bagi kepentingan dirinya dan hari esok.
“Pendidikan harus menghasilkan anak-anak sebagai individu sekaligus anggota masyarakat (hal 36).”
Sekolah yang membebaskan kemudian harus bisa memiliki prinsip-prinsip sedemikian sebab sekolah disebut mampu mengantarkan siswa menjadi subjek yang berpandangan luas dan terbuka kedepannya bila mereka mampu melewati batas-batas kehidupan normalitas.

Guru yang ideal
Menurut Neill, profesi guru berkaitan dengan bakat dan minat, tidak bisa dicetak. Guru ideal adalah guru yang selalu memberikan kasih sayang, bukan semata teori. 

"Memeluk anak lebih bermanfaat dibandingkan menafsirkan mimpi-mimpinya". 
Artinya, lebih baik langsung memberikan terapi atau penyembuhan dari pada berkutat pada membaca kepribadian anak, menganalisis gambar-gambarnya, dan lain sebagainya. Menganalisis kepribadian anak tidak akan berarti apa-apa tanpa tindak lanjut yang jelas.
 Guru yang baik juga guru yang mampu mendorong daya imajinasi anak. Sehingga ketika anak mendapatkan tugas mengarang, judul yang mereka tulis bukanlah "Liburanku", atau "Pergi ke Rumah Nenek". Neill mencontohkan murid-muridnya yang memilih judul unik untuk karangannya seperti "Gigi Palsuku Jatuh di Piring", atau "Perjalanan Seekor Bekicot dari Pintu Kelas ke Pintu Gerbang Sekolah". Menyiksa anak dengan PR juga merupakan tindakan kriminal. 
 "Militer barangkali memang butuh otoritas, tetapi tak seorang pun -kecuali manusia konservative dibil- akan mengatakan bahwa kehidupan militer adalah teladan atau model bagi seluruh kehidupan manusia". -A.S Neill (hal 33).
Guru sebagai pihak yang paling dekat dengan anak didiknya perlu mengarahkan berbagai hal dan perilaku dengan sedemikian rupa. Guru perlu melakukan berbagai usaha dasar dan kritis agar anak didiknya kemudian tergerak keinginannya untuk melakukan sesuatu hal yang terbaik bagi mereka dimasa mendatang. Guru janganlah menempatkan anak didiknya sebagai budak yang kemudian harus dimarahi, digertak, dan disalahkan karena telah melakukan kesalahan-kesalahan tertentu. Guru bukanlah melakukan perbuatan-perbuatan sedemikian rupa sebab semakin melakukan hal tersebut, ini akan semakin menciptakan rasa takut pada anak didik sehingga mereka mengalami rasa tertekan dan terancam dalam kehidupan serta hidupnya. Guru adalah sosok yang harus memberikan suri tauladan bagi anak didiknya dengan berbagai contoh-contoh hidup serta kehidupan yang selanjutnya dapat diikuti oleh semua anak didiknya.
Oleh karena itu, guru harus memerankan diri sebagai sesorang yang mampu menciptakan perubahan dan dinamika baru yang berguna bagi semua. Anak didik sebagai tanggung jawab besar seorang pendidik dalam mendidik kemudian perlu diberikan cara-cara yang inovatif dan inspiratif agar bakat dan minatnya kemudian bisa tergali dengan sedemikian rupa, selalu menjadi anak yang dapat melahirkan prestasi-prestasi membanggakan bagi semua.

Siswa ideal
Anak merupakan seorang makhluk yang lahir dengan dunianya sendiri sehingga lingkungannya terkadang berusaha agar bagaimana bisa masuk dalam dunia anak, bukan anak yang harus dan dipaksa untuk masuk dalam dunia orang tua sekaligus pendidik. Ini merupakan sebuah kesalahan besar. Anak juga merupakan manusia muda dan remaja yang sedang memerlukan tuntunan dan panduan dari yang lebih tua atau dewasa. Ketika selanjutnya anak menunjukan hal-hal aneh dalam kehidupannya, maka orang tua dan pendidik harus jeli, cermat dan kritis membaca keadaan tersebut. Orang tua dan pendidik harus bisa menangkap maksud dari gerak-gerik yang diperlihatkan anak. Anak memang selalu mencari-cari hal baru yang terkadang mereka lakukan berdasarkan hasil peniruan dari yang dilihat sebelumnya.
“Tugas anak adalah melakoni hidup dengan kehidupannya sendiri bukan menurut orang tuanya yang cemas, mesti dia jalani, bukan pula kehidupan yang sesuai dengan tujuan ahli pendidikan yang merasa tahu apa yang terbaik bagi anak. Semua campur tangan dan petunjuk orang dewasa ini hanya akan menghasilkan generasi robot (hal 56).”
Anak sekali lagi memiliki cara pandang berbeda dalam bertindak dan berpikir sehingga dengan demikian mereka selanjutnya harus diperlakukan secara berbeda. Perlakuan yang berbeda dalam konteks ini adalah bagaimana orang tua dan pendidikan disekolah lebih bijaksana merespon kebutuhan anak, bukan selanjutnya memaksa anak agar sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan orang tua sekaligus pendidik. Masyarakat dalam konteks luas hanya sebatas memfasilitasi agar mereka kemudian lebih berkembang, mampu melakukan aktualisasi diri agar bisa menunjukan identitasnya yang maju kedepan.

Cara belajar
Pembelajaran pada pokoknya haruslah aktif dan bukannya pasif. Pengajar/guru yang efektif memberi siswa pengalaman-pengalaman yang memungkinkan mereka belajar dengan melakukan kegiatan.
“Kami tak memiliki metode pengajaran yang baru, lantaran kami memandang pengajaran itu tak terlalu penting. Tidak signifikan apakah pembagian bertingkat dalam matematika diajarkan dengan metode pengajaran khusus atau biasa, pasalnya pembagian bertingkat itu tidak penting kecuali bagi anak yang ingin mempelajarinya (hal 45).”
Dari pernyataan tersebut bukan berarti pendidikan di Summerhill School tidak memiliki cara belajar atau metode dalam melaksanakan pembelajaran. Hanya saja metode pembelajaran diangga tidak terlalu penting bahkan berimbas langsung terhadap siswanya.
“Anak-anak boleh mengikuti pelajaran itu, atau boleh tak mengikutinya, kalau perlu selama bertahun-tahun, sesuka mereka. Jadwal pelajaran tetap ada tetapi hanya ditentukan untuk para guru (hal 44).”
“Kami di Summerhill sengaja membiarkan anak-anak jadi diri mereka sendiri sehingga kita akan tahu seperti apa senyatanya mereka (hal 123).”

Kurikulum
Sebuah penyelenggaraan pendidikan disebut baik, positif dan memberikan kontribusi penting sekaligus signifikan ketika ia mampu menjawab kebutuhan serta persoalan-persoalan masyarakat setempat. Kurikulum yang dijalankan dengan segala anak pinaknya bukan diproduksi dari atas (pemerintah pusat) dan selanjutnya diturunkan ke bawah sehingga masyarakat kemudian harus menikmatinya. Jimmy Oentoro mengatakan, kurikulum harus berdiferensi dalam pengertian memberikan pelayanan terhadap perbedaan dalam minat dan kemampuan peserta didik. Dalam memberlakukan kurikulum yan berbeda terhadap peserta didik yang mempunyai potensi keberbakatan yang tinggi, guru dapat merencanakan dan menyiapkan materi yang lebih kompleks, menyiapkan bahan ajar yang berbeda atau mencari penempatan alternatif bagi siswa sehingga setiap peserta didik dapat belajar menurut kecepatannya sendiri. Kontekstualisasi menolak penyeragaman jenis, tingkat dan materi kurikulum untuk seluruh sekolah dimana pun lokasinya karena berakibat pada penyeragaman kualitas dan wawasan manusia.
“Kami tak menyelenggarakan ujian kelas, tetapi adakalanya saya memberikan tes untuk iseng belaka (hal 47).”

Media Pembelajaran
Di dalam buku A.S. Neill yang diterjemahkan oleh Agung Prihantoro memang tidak dijelaskan secara langsung mengenai bagaimana media yang digunakan dalam pembelajaran, namun penulis disini akan mencoba menyimpulkan dari sumber yang telah didapat.
Dan penulis menyimpulkan bahwa media pembelajaran di Summerhill disesuaikan dengan bidang minat dari siswa. Siswa yang menyukai bidang perbengkelan di Summerhill juga menyediakan bengkel untuk siswa untuk mengembangkan bakatnya dalam bidang perbengkelan. Bisa dikatakan bahwa fasilitas bengkel disini menjadi media anak dalam mengekspresikan dan mengembangkan hobinya dalam bidang perbengkelan.  Begitupun juga dengan fasilitas yang lainya, fasilitas tersebut menjadi media dalam pengembangan bakat anak.
“Sebagian lagi berkutat di di bengkel kerja, memperbaiki sepeda-sepeda mereka, membuat kapal atau pistol mainan” Neill (1992, hal. 50).
 Begitupun juga dengan anak yang memiliki hobi lain, summerhill akan memberikan fasilitas yang dijadikan media untuk mengembangkan apa yang disukai anak. Anak- anak yang memiliki hobi dalam bidang kesenian, Summerhill menyediakan ruang kesenian.
“Anak-anak usia menengah senang beraktivitas di ruang kesenian- melukis, membuat linoleum, mengolah kulit, membuat keranjang” Neill (1992, hal. 51).

Kebijakan
Seperti sekolah-sekolah pada umumnya yang memiliki kebijakan yang mengatur dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan pendidikan, Summerhill juga memiliki kebijakan sendiri yang bisa dikatakan berbeda dengan sekolah lainya, karena di Summerhill kebijakan diputuskan bersama-sama seluruh warga di Summerhil tanpa memandang perbedaan latarbelakang dari setiap individu.
‘”Setiap anggota staf sekolah (termasuk wali asrama) dan setiap anak, berapapun usianya, mengantongi satu hak suara. Hak suara saya sama bobotnya dengan hak suara murid umur tujuh tahun” Neill (1992, hal. 57).
Pembuatan kebijakan biasa disebut “rapat umum” yang dilaksanakan pada malam minggu, dan apa yang dibahas mengenai sesuatu yang bertalian dengan kehidupan bersama atau kelompok, dan menghindari diskusi hal-hal yang berbau akademis. Dalam pelaksanaan rapat dipimpin oleh satu orang secara bergiliran, dan jabatan sekretaris ditawarkan secara sukarela.
Dengan itu, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan yang baik adalah kebijakan yang dirumuskan bersama-sama tanpa memperdulikan latarbelakang individu yang berbeda.

Manajemen yang ideal
Pengelolaan di Summerhill berbentuk swakelola, artinya pengelolaan dilakukan secara bersama oleh semua anggota yang ada dalam komunitas summerhill. Dan di Summerhill dalam pengelolaan pendidikan tidak mengenal adanya birokrasi.   
            “Praktik swakelola Summerhill tak kenal birokrasi” Neill (1992, hal. 59).
Dengan adanya pernyataan tersebut bisa kita simpulkan bahwa manajemen yang ideal adalah yang dalam pengelolaan pendidikannya melibatkan semua anggota dan tidak mengenal yang namanya birokrat.

Penilaian
Berbeda dengan sekolah pada umumnya yang menyelenggarakan ujian kelas yang isi tesnya mengenai materi pelajaran, Summerhil menyelenggarakan tes hanya untuk iseng belaka, yang mana pertanyaannya merupakan pertanyaan yang mungkin tak perlu dijawab. Pertanyaan tersebut seperti, “dimana obeng saku saya?” Neill (1992, hal. 47).
“Menurut pendapat saya, rapat umum mingguan lebih penting ketimbang pelajaran selama satu minggu” Neill (1992, hal. 87).
Dengan adanya pernyataan itu maka bisa kita katakan bahwa dalam hal penilaian ataupun evaluasi mengenai materi pelajaran, summerhill tidak begitu memperhatikan. Namun Summerhill lebih memperhatikan evaluasi dalam hal-hal di luar lingkungan kelas, yang mana evaluasi tersebut dilakukan pada saat rapat umum. Sebagaimana ditunjukan dalam bukunya A.S. Neill yang diterjemahkan oleh Agung Prihantoro bahwa sebagian besar yang dibahas dalam rapat umum adalah hal-hal di luar kelas, bukan pelajaran (1992, hal. 72).
Berarti penilaian yang ideal menurut summerhill adalah penilaian bukan dalam hal materi pelajaran, namun dalam hal tingkah laku sehari-hari para anggota komunitas.

Kontekstualisasi dengan Pendidikan di Indonesia
Summerhills merupakan sekolah yang membebaskan murid-muridnya dalam hal pembelajarannya. Di dalam summerhill siswa diberi pilihan untuk mengikuti pelajaran ataupun tidak mengikuti pembelajaran. Tidak ada paksaan bagi para murid untuk mentaati aturan yang telah dibuat. Para murid boleh melakukan apapun yang mereka inginkan. Disana pembelajaran tidak selalu dilakukan didalam kelas. Pembelajaran yang dilakukan.


Referensi

Neill, A. S. (2007). Summerhill School "Pendidikan Alternatif yang Membebaskan". Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Sadulloh, Uyoh. (2010). Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar