Pembahasan
Aliran-aliran filsafat pendidikan di dunia ini
beragam, antara lain: aliran filsafat pendidikan idealisme, filsafat pendidikan
realisme, filsafat pendidikan materialism, filsafat pendidikan pragmatism,
filsafat pendidikan eksistensialisme, filsafat pendidikan progresivisme,
filsafat pendidikan esensialisme, filsafat pendidikan perenialisme, filsafat
pendidikan rekonstruksionisme (Sadulloh, 2014).
Dari
berbagai macam aliran filsafat pendidikan tersebut, Summerhill School merupakan
salah satu penganut dari aliran filsafat pendidikan progresivisme. Aliran
progresivisme menganggap bahwa pendidikan harus terpusat pada anak (Child
centered) bukanya memfokuskan pada guru atau bidang muatanya (Sadulloh, 2014 ).
Karena didalam
tulisan ini akan membahas lebih jauh mengenai guru yang ideal menurut Summerhill,
maka sebelumnya saya akan menjelaskan
seperti apa guru menurut aliran progresivisme.
Aliran progresivisme berpendapat
bahwa ada beberapa pandangan mengenai guru. Pertama, guru harus bisa membimbing siswa- siswa dalam pemecahan
masalah dan kegiatan proyek. Ini berarti sebagai seorang guru harus mampu
membantu siswa jika sedang mengalami masalah dalam memahami materi atau
mengenai hal- hal yang menyangkut proses
pembelajaran, baik dalam hal teori maupun praktik. Kedua, guru harus menolong siswa dalam menentukan dan memilih
masalah- masalah yang bermakna, menemukan sumber- sumber data yang relevan,
menafsirkan dan menilai akurasi data, serta merumuskan kesimpulan. Guru Ketiga,
guru harus mampu mengenali siswa, terutama pada saat apakah ia memerlukan
bantuan khusus dalam suatu kegiatan, sehingga ia dapat meneruskan penelitianya.
Keempat, guru dituntut untuk sabar,
fleksibel, berpikir interdisipliner, kreatif, dan cerdas.
Idealnya guru yang menganut aliran progresivisme
menganggap bahwa menjadi guru bukan hanya sebagai profesi, namun merupakan
paggilan hati nurani.
Sebelum
membahas lebih jauh mengenai guru ideal menurut Summerhill school,
penulis akan sedikit memberikan informasi mengenai Summerhill school. Summerhill
School adalah sebuah sekolah
bebas dan berasrama untuk usia TK hingga SMA, yang didirikan oleh Alexander
Sutherland Neill pada 1921 di Jerman dan kemudian pindah ke Inggris. Sekolah
revolusioner ini mebebaskan siswa-siswinya hidup sesuka mereka selama tidak
mengganggu orang lain. Mereka bebas bermain-main sekehendak mereka setiap
harinya, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Mereka boleh ikut atau mangkir
dari pelajaran-pelajaran yang ditawarkan sekolah. Fasilitasnya pun komplet:
kolam renang, bengkel kerja, laboratorium, ruang kesenian, ruang teater, alat
musik, perpustakaan, dan ladang.
Setelah kita tahu mengenai Summerhill school, kemudian
penulis akan mulai membahas mengenai guru
ideal menurut summerhill . Didalam bukunya Neill mengatakan bahwa,
“Dia hanya ingin mengawal dari belakang(tut wuri handayani- cat.
penerjemah) dan membiarkan anak- anak didiknya melakoni pendidikan mereka
sendiri” (2007, p.
23).
Dari pernyataan diatas bisa disimpulkan bahwa peran
guru hanya menjadi pengawal atau pembimbing anak dalam pendidikan
mereka, guru membiarkan anak
didiknya untuk mengembangkan potensinya didalam pendidikan. Saya rasa guru yang
seperti ini adalah guru yang baik yang bisa membentuk karakter siswa, karena
dalam bertindak anak tidak dalam tekanan guru, anak tidak tertekan pada suatu
mata pelajaran tertentu yang mungkin si anak tidak menyukainya. Dengan tidak
adanya tuntutan dari guru maka si anak akan merasa merdeka dalam melakukan
sesuatu, sehingga dalam melakukan sesuatu dalam diri anak tidak timbul rasa
malas, atau mengeluh karena apa yang dia
lakukan berdasarkan kehendaknya sendiri dan merupakan sesuatu yang anak sukai.
Dengan seperti itu, maka potensi siswa akan berkembang, karena siswa bebas
mempelajari sesuatu yang mereka sukai, bukan belajar sesuatu yang menurutnya
tidak penting dan tidak mereka sukai.
A. S. Neill - Founder of Summerhill School |
Guru yang baik adalah guru yang tidak membuat jurang pemisah antara guru dengan siswa. Guru harus
membiarkan anak akrab terhadapnya, bukan menjadikan anak takut terhadap guru.
Bahkan di Summerhill membolehkan anak memanggil gurunya dengan menyebut nama,
tidak dengan menyertakan “Pak” atupun “Bu”.
“George Corkhill, guru sains kami, selama tiga puluh
tahun disapa dengan George atau Corks atau Corkie” Neill (2007, p. 32 ).
Guru yang baik adalah guru yang
dapat membuat anak mengembangkan daya
imajinasinya. Neill jika memberi tugas mengarang kepada anak judulnya bukan
“liburanku”, melainkan judul- judul yang dapat mengembangkan daya imajinasi
anak, seperti “Gigi Palsuku Jatuh di Piring” atau “Perjalanan Seekor Bekicot
dari Pintu Kelas ke Pintu Gerbang Sekolah” (Neill, 2007: 250). Dengan judul-
judul seperti itu akan menggugah anak untuk menggunakan imajinasinya dalam
membuat karangan. Saya rasa cara itu dapat melatih siswa untuk belajar dengan
keadaan yang belum pernah dialami oleh
anak, sehingga anak tidak hanya belajar berdasarka apa yang sudah ada
sebelumnya. Sehingga dalam diri anak akan tumbuh jiwa- jiwa kreatif dan juga
kritis terhadap suatu keadaan.
Guru
yang baik adalah guru yang memberi kesempatan kepada anaknya untuk bebas
memilih mata pelajaran yang dia sukai. Summerhill membolehkan anak memilih
sendiri mata pelajaran yang ingin dia pelajari, bahkan di summerhill
membolehkan anak untuk tidak mengikuti pelajaran (Neill, 2007).
Bisa saya simpulkan bahwa ada beberapa point mengenai
pandangan guru yang baik menurut summerhill, yaitu:
- Guru yang baik adalah yang membimbing dan membiarkan siswa mengembangkan potensinya sendiri berdasarkan atas apa yang siswa sukai.
- Guru yang baik adalah yang akrab terhadap siswanya.
- Guru yang baik adalah yang dapat mengembangkan imajinasi anak.
- Guru yang baik adalah yang mengizinkan anak untuk bebas memilih mata pelajaran yang disukainya.
Latar belakang
adanya konsepsi guru ideal menurut Summerhill scholl
Adanya suatu konsep pastinya ada hal yang
melatarbelakanginya, begitupun juga mengenai konsep guru menurut Summerhill.
Summerhill merupakan salah satu sekolah yang beraliran
progresivisme, dimana didalam aliran ini memberikan beberapa kriteria mengenai
seorang guru. Dengan adanya kriteria itulah yang menjadi dasar dari lahirnya
konsep guru menurut Summerhill. Jika kita lihat lagi bahwa menurut aliran
progresivisme seorang guru harus membimbing siswanya dalam menghadapi
permasalahan, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Summerhill mengenai guru,
yaitu guru hanya menjadi pembimbing dalam pendidikan siswa, dan guru membiarkan
siswa melakoni pendidikanya sendiri.
Dasar mengapa
anak dibiarkan untuk melakoni pendidikanya sendiri adalah agar anak menjadi
pribadi yang mandiri, dan bertanggung jawab atas apa yang dia lakukan sendiri.
Dengan membiarkan anak melakoni pendidikan sendiri, maka akan melatih anak
menjadi berani untuk melakukan sesuatu walaupun apa yang mereka lakukan belum
tentu benar, dan disini tugas guru adalah membimbing jika ada masalah yang
dihadapi oleh anak.
Mengapa Neill merumuskan konsep bahwa guru harus
membiarkan anak melakoni kehidupan dan pendidikanya sendiri, karena Neill
beranggapan bahwa orangtua atau pendidik yang selalu menyuruh dan memaksa siswa
hanya akan menghasilkan generasi robot, dan Neill tidak mau anak didiknya
menjadi generasi robot (Neill, 2007).
Mengapa Neill merumuskan konsep bahwa guru membebaskan
anak memilih pelajaran apa yang disukai, bahkan membolehkan untuk tidak
mengikuti pelajaran, ini didasarkan pada anggapan Neill bahwa memaksakan untuk
melakukan sesuatu kepada anak adalah hal yang keliru, biarkan anak melakukan
sesuatu atas kesadaran dirinya (Neill, 2007: 119).
Kontekstualisasi
konsep guru summerhill terhadap pendidikan Indonesia di era sekarang
Konsep guru menurut summerhill memanglah beda dengan
konsep guru menurut pendidikan yang ada di Indonesia saat ini. Di Indonesia
guru dalam mengajar selalu menyesuaikan dengan apa yang ada pada kurikulum, sehingga
siswa harus menyesuaikan dengan materi yang disampaikan oleh guru. Guru tidak memberi
kebebasan kepada siswa untuk memilih matapelajaran apa yang siswa sukai, bahkan
guru menuntut agar siswa dapat memahami semua materi yang disampaikan oleh
guru. Padahal tidak semua siswa merasa butuh dan menyukai materi yang
disampaikan oleh guru.
Hal tersebut sangat tidak relevan dengan konsep guru
menurut Summerhill, semua berbanding terbalik dengan apa yang ada di
Summerhill. Seperti apa yang sudah saya tulis didalam pembahasan bahwa guru di
Summerhill memberi kebebasan kepada siswanya untuk melakukan apa saja yang
mereka sukai dan guru di Summerhill sangat akrab dengan siswanya bahkan untuk
menyapa guru tdak perlu menyertakan “Pak” atau “Bu”.
Perbedaan tersebut mungkin karena faktor budaya dan
juga faktor falsafah negara yang berbeda. Kita tahu bahwa di negara kita
menganut falsafah Pancasila, yang mana didalam Pancasila kita diajarkan untuk
saling menghormati terhadap sesama manusia, termasuk hormat- menghormati antara
murid dengan guru. Jika kita mengikuti budaya yang ada di Summerhill, contohnya
saja dalam menyapa guru kita dengan langsung menyebut nama saja, maka yang
terjadi adalah kita akan dicap menjadi siswa yang tidak mempunyai adab, atau
juga siswa yang kurang ajar, yang tidak tahu sopan santun. Padahal jika kita
melihat di Summerhill hal itu merupakan suatu kewajaran yang dilakukan oleh siswa
dalam memanggil gurunya, dan itu merupakan suatu hal yang diperbolehkan dan
tidak melanggar aturan.
Kemudian dalam hal kebebasan untuk memilih pelajaran,
di Summerhill memang siswa diberi kebebasan, namun jika hal itu diterapkan di
Indonesia maka hal itu akan tidak sesuai dengan kurikulum pendidikan di
Indonesia, karena didalam pembelajaran di Indonesia ada yang namanya kompetensi
dasar dan standar kompetensi yang harus siswa capai dalam pembelajaran, jika
siswa dibebaskan memilih mata pelajaran hanya pada yang dia sukai, maka
kompetensi dasar dan standar kompetensi yang sudah ada tidak akan tercapai,
sehingga pembelajaran dianggap gagal. Ini menunjukan adanya perbedaan sistem
pendidikan antara Summerhill dan juga sistem pendidikan di Indonesia.
Maka bisa dikatakan bahwa jika konsep guru menurut Summerhill
di terapkan pada pendidikan Indonesia saya rasa tidak cocok. Karena masih
adanya perbedaan sistem pendidikan dan juga adanya perbedaan landasan falsafah negara yang
menjadikan konsep tersebut kurang tepat jika diterapkan di Indonesia.
Simpulan
Guru merupakan salah satu komponen penting dalam
pendidikan, tidak adanya guru maka proses belajar dan mengajar mungkin tidak
akan terjadi secara efektif dan efisien.
Ada banyak pandangan mengenai seperti apa guru yang
ideal yang seharusnya ada dalam pendidikan, salah satu yang memiliki pandangan
mengenai guru ideal adalah Summerhill, yang berpandangan bahwa guru ideal adalah
sebagai berikut, guru yang baik adalah guru yang dapat membimbing dan membiarkan siswa mengembangkan
potensinya sendiri berdasarkan atas apa yang siswa sukai. Guru yang baik adalah
yang akrab terhadap siswanya. Guru yang baik adalah yang dapat mengembangkan
imajinasi anak. Guru yang baik adalah yang mengizinkan anak untuk bebas memilih mata pelajaran yang
disukainya.
Namun, dari pandangan mengenai guru menurut Summerhill
tersebut, jika di terapkan pada
pendidikan di Indonesia saya rasa tidak cocok. Karena masih adanya perbedaan
sistem pendidikan dan juga adanya perbedaan landasan falsafah negara yang
menjadikan konsep tersebut kurang tepat jika diterapkan di Indonesia.
Referensi
Khodijah, N. (2013). Kinerja Guru Madrasah dan Guru
Pendidikan Agama . Cakrawala Pendidikan, pp. 91-102.
Kotten, N. B. (2005). Upaya
Pengembangan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar. JURNAL ILMU PENDIDIKAN,,
pp. 1-14.
Neill, A. S. (2007). Summerhill
School: Pendidikan Alternatif yang Membebaskan. Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta.
Sadulloh, U. (2014). Pengantar
Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar